Ringan-beratnya sebuah pesan dalam suatu teraan motif pada busana menjadi ungkapan para desainer yang merayakan rancangannya di panggung pementasan hari kedua JFW 2019.
Dalam “Mulangi” perancang Iffah M. Dewi semakin mengelaborasi dunia santri di wilayah Jogjakarta. Aplikasi dan aksara Jawa dalam teraan pada bahan dasarnya merupakan kisah dalam olah dakwah, kenusantaraan, situs Pathok Nagari dan desa santri Mulangi.

Kebiasaan santri itu direkam Iffah, bahwa proses mendesain, pola, pembatikan, pewarnaan dan penjahitan hingga finishing pada sogan batiknya itu bagaikan lantunan batik yang berzikir. Jadilah busana model blazer, blus, gaun, tunik, dan jaket kreasi Iffah dalam siluet A, I, dan H serta aneka detail pemanis itu menjadi sebuah stori. Every piece tells a story. Ya, stori tentang santri.
Kisah ringan-cerah-ceria namun tetap berbalut doa menjadi paparan Lucky Cla. Ia mengangkat tiga tema, dolanan, hometown, dan neon flower. Busananya merupakan representasi dari permainan tanpa beban, tanah leluhur, dan kehangatan jalinan ibunda dan anak.
Hendri Budiman dalam tema “Journey” mengelaborasi tenun Sumba dan batik tulis maupun cap serta tenun Garut. Aksentuasi obi dan aneka aksesori yang uncut demi optimalisasi kain, merupakan upaya Hendri untuk tidak membuang limbah.
Tuty Adib mempersembahkan “Gedog Tuban” dalam rancangan busana muslimahnya. Aneka aplikasi dan detail pada busana berwarna lembut itu merupakan upaya desainer asal Solo yang coba melestarikan dan memuliakan tenun asal Tuban. Tuty menyajikan garis cutting yang simpel. Konsep padu-padan celana, blus, outer, dan gamis mewarnai dalam tampilan kali ini.
Nissa Khoirina mempersembahkan “Terpana Purnama” yang terinspirasi dari sinar terang bulan. Pada suatu masa, bulan terang adalah sumber kebahagiaan saat semua orang datang menghambur ke tengah lapangan. Kebahagiaan itu abadi hingga kini, dan dibangkitkan oleh Nissa lewat bahan yang jatuh dan melangsai, simbol keanggunan dan feminitas. Demi memperkuat kecemerlangan, Nissa mengaplikasikan detail beads, mutiara, payet halon, payet piring pipih dengan teknik 3D.
Alfatir Muhammad, desainer asal Malang, menampilkan busana feminine glamor dengan sentuhan klasik. Kain yang dijadikan bawahan-atasan, baik berupa tunik, celana panjang, dalam kerut dan obi semakin memperlihatkan rona keanggunan lewat siluet A, I, dan H.
Nuha Darmawan menampilkan busana muslimah berupa gaun panjang dan atasan ¾ yang dikombinasikan trouser atau celana panjang.
Haryanto dari Griya Batik Haryanto menampilkan gaun malam yang pekat dalam suasana batik. Warna sogan pada batik Haryanto bersuar dengan blus-blus panjang yang lebar, bagaikan dewi-dewi yang melayang tanpa gravitasi.
Pada dasarnya, berbusana dalam merayakan, baik dalam soal kesedihan maupun kegembiraan. Namun pada perhelatan fashion, yang mendominasi tentunya perayaan kegembiraan, atau kekuatan untuk memilih ceria.
Teks: Wakhid; Foto: Ade Oyot