Peragaan yang baru saja diselenggarakan di JCC (Jakarta Convention Center) menorehkan perkembangan dari dunia fashion muslim Tanah Air. Yang menarik, sampai di mana sustainable fashion itu dipraktikkan oleh para pemulia busana ini?

Pengamat Fashion Nabila Mecadinisa menulis tentang fast fashion yang menyebabkan pencemaran lingkungan pada dunia busana. Bahan-bahan tak ramah lingkungan, seperti polyester dan nylon memang diproduksi massal. Selain menjadi relatif murah demi memenuhi selera pasar, perputaran ekonomi dalam dunia wastra fast fashion  juga menjadi pertaruhan scale of economic dan penambahan devisa suatu negara.

Namun kerentaan dunia akibat pencemaran lingkungan yang gawat, menyebabkan para environmentalist menawarkan wacana untuk dipraksiskan demi dunia yang lebih bersih dan bersinambung. Dunia fashion pun dikenalkan dengan sustainable fashion.

Sudah beberapa pementasan busana mengusung isu ini. Dan yang terakhir digemakan lagi oleh Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF 6th). Perhelatan yang diinisiasi oleh Bank Indonesia ini, antara lain menggandeng Indonesia Fashion Chamber (IFC) untuk menampilkan 76 desainer busana muslim dalam pementasan kali ini.

Dalam soal limbah busana, penulis pernah menyaksikan sebuah perusahaan batik terbilang tua di sebuah kota. Karena sudah tidak ada tempat pembuangan yang representatif, mereka membuang limbah pewarna itu di sebuah sumur khusus pembuangan. Bisa dimaklumi, karena mereka pasti tak ingin mengganggu tetangga dengan bau maupun dampak limbah cairnya. Mungkin pula tak paham bahwa intrusi air itu bisa membawa ke mana-mana karena sifat air tanah yang bisa berpindah di kedalaman tanah. Juga dampak kesehatan dalam jangka panjang.

Yang menarik adalah sampai di mana horizon para desainer itu memaknai isu lingkungan dalam busana? Saya tak ingin menebak-nebak. Yang secara lahiriah tampak adalah mereka memaknainya dengan menekankan penggunaan bahan pewarna alam yang ramah lingkungan. Alih-alih pewarna kimia yang daya rusak terhadap lingkungan lebih resisten-persisten.

Desainer lainnya menambahkan makna sustainable fashion dengan optimalisasi kain dalam rancangannya, hingga kan perca atau potongan-potongan kain dimanfaatkan semaksimal mungkin agar semakn sedikit kain yang terbuang. Namun mereka tetap masih menggunakan kain komplementer, bahkan bahan dasar, yang berupa kain produk fast fashion.

Cukupkah itu? Tentu mereka yang sadar bahaya fast fashion menyatakan sangat kurang.

1
2
Artikulli paraprakTak Hilang dalam Shibuya nan Riuh
Artikulli tjetërJWF 2019 Bersiap menuju B to B